PEMBUATAN KTP MASSAL
Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas kependudukan. Kartu ini wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia yang berusia di atas 17 tahun.
Anda yang tinggal di Sesetan harus punya KTP . Bagimana mengurus KTP ?
Pada tanggal 27 Nopember 2010 kantor Kelurahan Sesetan dipenuhi oleh warga dalam rangka pembuatan KTP massal. Pembuatan KTP massal ini merupakan salah satu program kelurahan Sesetan sehingga bagi warga masyarakat yang belum atau KTPnya sudah kedaluwarsa (mati) lebih mudah membuat kembali. Dalam pelaksanaan kegiatan ini pihak kelurahan Sesetan bekerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Denpasar yang sudah menyiapkan satu unit mobil keliling lengkap dengan fasilitasnya serta tenaga profesional dalam pembuatan KTP ini.
Persyaratan Pembuatan KTP sudah lebih mudah karena hanya melengkapi syarat-syarat berikut :
* Foto Copy Kartu Keluarga
* KTP yang masa berlakunya sudah habis
Begitu administrasi sudah lengkap dan proses yang lain sudah selesai KTP langsung jadi saat itu juga.

SAMPAH



Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, Kelurahan Sesetan Denpasar perlu dicontoh. Warga yang ketahuan jorok membuang sampah sembarangan langsung dikenai sanksi tegas. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) warga bersangkutan langsung ditahan.Dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dipimpin langsung oleh Lurah Sesetan, I Made Sukarata, berhasil menjaring puluhan warga yang membuang sampah sembarangan, Jumat (30/7).Camat Denpasar Selatan IB Alit Wiradana ditemui di ruang kerjanya mengatakan sidak yang dilakukan di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan merupakan salah satu upaya mengantisipasi masyarakat yang membuang sampah sembarangan.”Kita harus peduli terhadap lingkungan, kalau bukan kita yang peduli siapa lagi yang menjangan lingkungan ini,” ujar Wiradana.Pihaknya akan terus melakun sidak dan sosialisasi pada masyarakat sehingga masyarakat benar-benar menyadari pentingnya kebersihean tersebut.Lurah Sesetan Made Sukarata menambahkan tindakan tegas bagi pembuang sampah sembarangan sangat perlu dilakukan."Ini merupakan 'shock therapy' sehingga bisa menyadarkan masyarakat disamping melalui sosialisasi langsung," ujarnya
Untuk di wilayah Sesetan, Sukarata mengaku telah melibatkan seluruh kepala lingkungan untuk mengawasi masyarakat yang membuang sembarangan.Dari sidak yang telah dilakukan puluhan warga yang membuang sampah sembarangan terjaring. Masyarakat yang membuat sampah sembarangan tersebut menurut Sukarata langsung di tahan STNKnya untuk diberikan pembinaan di kantor. ”Kita sengaja menahan STNK, mengingat kalau hanya menahan KTP masyarakat kemungkinan tidak mau datang ke kantor kelurahan,” ujar Sukarata.Untuk tahap awal masyarakat yang membuang sampah sembarangan hanya diberikan teguran sekaligus mengambil kembali STNKnya. "Untuk kedepannya bila ditemukan hal serupa, maka masyarakat yang membuang sampah sembarangan akan langsung diserahkan pada pihak trantib," tegasnya. Sukarata menghimbau masyarakat di wilayahnya untuk lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada depo sampah.Salah seorang warga yang kena sidak, Subakir, mengatakan tidak akan mengulangi pembuangan sampah sembarangan.Ia mengaku akan ikut pengelolaan sampah secara swaklola yang telah dimiliki oleh banjar setempat.

KIPAS




Kipas menjadi salah satu jenis suvenir yang diminati warga khususnya untuk acara pesta pernikahan. Banyak pengrajin berbondong-bondong menciptakan beragam kreasi kipas guna menarik perhatian konsumen.Salah satunya I Nyoman Sukanta. Pengrajin kipas asal Sesetan, Denpasar Selatan ini memiliki beragam inovasi menghadapi persaingan bisnis yang cukup ketat, terutama dalam hal produksi dan pemasaran kipas baik untuk suvenir maupun hiasan dinding. Menambah koleksi dan model kipas harus ia lakukan. Selain persaingan, juga sebagai cara menarik perhatian konsumen.Usaha kerajinan kipas Sukanta mengalami pasang-surut. Meski sudah berdiri sejak tahun 1978, Sukanta tetap harus bisa mempertahankan dan mengembangkan bisnis tersebut. Yang ada dalam benaknya bukan hanya bisnis. Tetap bertahan menjadi pengrajin kipas menjadi cara melestarikan kerajinan khas Sesetan, kipas cendana. “Ciri khas kipas yang kami produksi dan jual memang kipas cendana. Namun, langkanya kayu cendana dan juga harganya yang melambung tinggi membuat kipas cendana hanya menjadi sebuah pelengkap. Sukanta lebih fokus menjual kipas dari bahan kayu lokal Bali. Sukanta memulai membuka usaha kerajinan kipas dengan dasar terpaksa. “Terpaksa karena kesulitan mencari pekerjaan dan kebutuhan hidup yang terus bertambah,” ujarnya. Jalan satu-satunya adalah membuka usaha sendiri. Saat itu, lanjut Sukanta, di daerah Sesetan dikenal dengan kerajinan kipas dan patung. Sukanta memilih menekuni kerajinan kipas. Alasannya cukup sederhana. Menekuni kerajinan kipas tak diperlukan jiwa seni, namun hanya sebuah keterampilan dan ketekunan. Sukanta yang bukan berdarah seni pun memilih mulai belajar kerajinan kipas di salah seorang pengrajin kipas. “Setelah menguasai teknik membuat kipas, berbekal keberanian saya membuka usaha sendiri,” tambahnya. Sukanta membuka usaha hanya berbekal satu batang kayu eboni yang ia beli dengan harga Rp 50 ribu. Uang itu ia pinjam dari saudara iparnya. Tak hanya itu, Sukanta juga mencari dua orang teman yang bisa ia ajak kerja sama berwiraswasta. “Meski tak punya modal untuk menggaji karyawan, Saya berani mencari tenaga kerja. Saat itu, kipas adalah sesuatu yang mudah dijual. Sehingga saat kipas laku, saat itulah saya membayarkan hak dari para pegawai,” ujar Sukanta mengenang masa lalunya. Ia mengaku dulu harga untuk 20 kipas Rp 2500.
Sebagai pengrajin kipas pemula,sukanta saat itu belum berani langsung mengambil bahan kayu cendana. Sukanta terus belajar memerbaiki kualitas kipas hasil produksinya. Hasilnya, setelah lima tahun usaha yang ia beri nama “Srikandi” tersebut berdiri, Sukanta juga memproduksi kipas dari kayu cendana. “Modal membeli sebungkul kayu cendana Rp 5 juta. Itu bisa dimanfaatkan untuk 20 kipas,” tambahnya. Kini Bali kekurangan pasokan kayu cendana. Sukanta mengaku saat Timor Timur masih menjadi bagian Indonesia, kayu cendana mudah dicari. Namun setelah Timtim berdiri sendiri, kayu cendana bagaikan emas karena sulit dicari,” tambahnya. Inilah alasan Sukanta tak menjadikan kipas cendana sebagai prioritas penjualannya. Kipas cendana dijual dengan harga Rp 350 ribu hingga Rp 2 juta per buah. Sedangkan kipas kayu lokal hanya dijual seharga Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. Penjualan kipas miliknya mulai mengalami penurunan. Menurut Sukanta, hal ini karena hadirnya kipas asal negeri Cina yang masuk ke Indoensia. “Mereka sanggup menjual kipas dengan harga Rp 2500 per buah dengan kualitas yang hampir sama dengan yang kami produksi. Ini mematikan usaha kami,” tambahnya. Inilah yang membuat para pengrajin kipas mulai gulung tikar. “Pada tahun 1980-an ada sekitar 200 pengrajin kipas di Sesetan. Setelah bom 2002 dan masuknya kipas Cina tahun 2003, para pengrajin kipas hanya tinggal lima orang termasuk kami. Kami bertahan di tengah gempuran kipas Cina,” ujarnya. Ada trik khusus yang membuat usaha kipas Sukanta tetap bertahan. Ayah lima anak ini mencoba membuat kipas dengan beragam kreasi baik menggunakan kreasi kain, warna, lukis dan grafir dengan laser. “Kipas kreasi tersebut dijual rata-rata 40 hingga 50 ribu per buah. Tak hanya untuk suvenir saat rsepsi pernikahan, kipasnya juga banyak dipesan oleh instansi pemerintahan dan masuk ke beberapa artshop dan toko oleh-oleh khas Bali yang kini tengah menjamur di Bali. Bahkan, pihaknya juga sering diajak Dekranasda Provinsi Bali mengikuti beragam pameran produk ekspor. Alhasil usaha tersebut merebut hati konsumennya. Kini tiap bulannya perusahaan kipas “Srikandi” milik Sukanta yang ia wariskan kepada putranya Wayan Bernes sanggup meraup omzet Rp 40 juta. —lik